Musik Indo (Ku)

29 Januari 2011 § Tinggalkan komentar

“What’s going on” sudah sepuluh kali ngider di kuping, enak sekali lagu ini. Ritme teratur dari gitar bolong berpadu padan dengan melodi gitar elektrik, iringan rapi bassnya ditambah sesekali gebukan senar-senar drum sungguh menawan. Bagi saya yang membuat lagu ini semakin sempurna adalah vocalnya Linda Perry yang kentel banget akan rock. Kalo menganalisis bentuk lidah dan korelasi terhadap suara, saya meyakini kalo penyanyi wanita yang hebat seperti Linda Perry, Dolores ataupun Suzy Quatro lidahnya pasti tak ubahnya seperti lidah beo berharga mahal 🙂

Kalau nggremeng soal musik saya jadi ingat jaman kecil dimana saya sering maen ke rumah eyang. Di rumah eyang ada bibi yang hobi banget menyaanyi dan mendengarkan lagu. Bibi sering memutar kaset-kaset pita kesayangannya di sebuah tape recorder mono berwarna silver merk national. Bibi selalu memamerkan lagu dan kaset terbarunya maka saya akan manggut-manggut sok asyik dan kegirangan sambil membolak-balik cover kaset yang indah tanpa bisa mendeteksi itu tulisan bermaksud apa? karna memang saya belum fasih mengeja huruf alfabet, apalagi bisa merangkai huruf menjadi kata seperti, C dan I adalah CI dan C dengan A adalah CA, dan barulah beberapa lama kemudian tahu kalo tulisan di cover kaset itu itu adalah Cica Koeswoyo…

Kaset-kaset pita yang kebanyakan berlabel Billbroad itu punya bibi ada Cica Koeswoyo, Arie Wibowo yang ngehits banget dengan madu dan racunnya, Gombloh dengan judul “apel pertama”nya. Etapi laen lagi dengan om yang mengoleksi dagelan… Oh iya, apakah kamu masih ingat pelawak Basiyo, Gepeng dkk? Kalo sudah dipadukan antara tape recorder mono bibi dan kepingan kaset Basiyo tak bisa dipungkiri ini bisa membuat mulut mangap-mangap kek orang gagap kehabisan kata dan perut dikocok pake blender national berkecepatan maksimum.

Tak lama kemudian tapi bisa dikata bilangan tahun radio butut kakak meleduk dan bapak berbaek hati untuk menggantinya dengan radiotape recorder dan selanjutnya metamorfosispun terjadi karena alasan ikut selera genre musik kakak. Cica Koeswoyo sudah jarang terdengar dan berubah menjadi Mery Andani, Arie Wibowo tergilas Jamal Mirdad, Hetty Koes Endang kalah ama Evie Tamala, Koes Plus menjadi Koes Bersaudara tapi Rafika Duri tetap menjadi idola kakak. Sedangkan saya mulai suka berajojing sendiri bila mendengarkan kopi dangdutnya Fahmi Sahab.

Seringnya ikut emak berpegian ke pasar membuat inisiatif tersendiri untuk memelas agar dibelikan kaset dan taktik ini ternyata jitu..emak mengamininya. Kaset yang saya beli pertama kali adalah kaset bajakan Iwan Fals-Sawung Jabo seingat saya harganya kisaran enam ribu perak. Amat jarang bocah masih precil seperti saya yang belum khatam SD mendengarkan musik balada yang liriknya sangat berbeda bila dibandingkan dengan “Si Nyamuk Nakal”nya Enno Lerian atau “Si Lumba-lumba”nya Bondan Prakoso, ini yang sering membuat emak menyesalinya dan geram kenapa membelikan saya kaset yang musiknya gedambrengan jauh dari kesukaan emak yaitu musik santai nan islami Samroh dan Qosidah.

Kemudian umur belasan dimana seragam udah biru putih lagu-lagu iwan fals menjadi sangat akrab di telinga kaset-kaset pita pun mulai saya koleksi seperti Album Emas Iwan Fals, Album belum ada judul, Celoteh-celoteh, Album cikal, Dalbo, Swami, dan Kantata Takwa, Kantata Samsara dan sebagainya saya lupa hehehe..

Tak disangka saya ketemu Awal Nurudin teman SMP yang prilakunya agak sinting karena terobsesi kebablasan akan musik Iwan Fals, dia selalu mengaku pernah nyanyi-nyanyi bareng di gang seberang sekolah dengan Makmun. Kamu tau Makmun? Makmun yang sesungguhnya adalah temen bermusik Iwan Fals saat mencipta lagu “surat buat wakil rakyat”. Sedang makmun yang saya tangkap dari cerita si Awal Nurudin temen saya ini, Makmun seorang tukang arit rumput plus ngerangkep gembala sapi yang kemudian pergi ke jakarta dan ketemu iwan fals, entahlah sampai sekarang saya masih sangsi akan kebenaran cerita itu.

Saya dan temen saya sesama percil udik ini selalu mengikuti acara fals mania di Radio Bikima AM Jogja ( sekarang Sonora Jogja). Acara Fals Mania digelar saban malam jum’at jam 22.00 sampe 00.00 dan gayung bersambut penyiarnya bilang Iwan Fals akan konser di Jogja. Kemudian kami giat menabung untuk bekal melihat langsung sang idola Iwan Fals. Alhasil dua bocah precil ini pun telah sampe di halaman stadiun Mandala Krida Jogja dan memegang tiket masuk pagelaran konser tunggal Iwan Fals. Gemuruh konser dentuman bass drum dan suara serak KPJ Jogja mengawali konser, beberapa lagu udah rampung dibawakan KPJ Jogja tapi tak kunjung kliatan pulak sang idola maka kebringasanpun dimulai botol kosong aqua dan sendal jepit mulai melayang ke panggung… Panitia kerepotan menenangkan massa karena memang katanya Iwan Fals baru sampe di bandara dan sedang jalan ke stadiun. Setelah beberapa lama, Iwan Fals datang betapa membucahnya hati dua percil ini tak dinyana tak disangka telah melihat sang idola dengan mata kepala sendiri, yang dengan santainya hanya bercelana pendek, berkaus oblong dan bersenjata gitar bolong sang idola ada di depan mata dan berteriak lantang menyapa..assalamualaikum jogja..

Begitulah pengalaman pertama merasakan hiruk pikuknya euforia menonton konser idola dengan sound yang puluhan kali lebih dahsyat daripada pangelaran musik dangdut di kampung. Apalagi kalo dibandingkan dengan sound pagelaran wayang kulit ki hadi sugito dan sound ketroprak mataram jogja,  tak saing sama sekali. Selanjutnya sering kali saya dengan temen yang agak kebablasan obsesi itu atau dengan patner yang laen mengikuti konsernya Iwan Fals bila di Jogja.

Kemudian ekspansi pertemanan melebar dan saya bertemu dengan beberapa teman yang menggilai group musik Rock and Roll Slank, hal pertama yang membuat saya tertarik akan grup ini adalah liriknya yang lugas seperti Iwan Fals. Sayapun bercampur dengan kaum yang menamakan dirinya Slanker, kemudian resmi jadi Slanker udik yang mempunyai ID resmi yang dikluarkan potlot sana…Begitulah alangkah bangganya jiwa para abege labil ini punya Id card dan punya perkumpulan yang punya tujuan mulia yaitu menyebarkan virus perdamaian. Entahlah bagaimana harus mengaplikasikan tujuan mulia itu yang penting saat itu kami berasa keren, tak tau bagi orang yang melihat, sepertinya saya cenderung terlihat norak.

Disaat bom ska melanda kancah permusikan indo, saya ikut menikmatinya. Banyak sekali event yang dibintang tamui band-band ska lokal yang saya datangi, lagu yang paling terkenang adalah “ liat senyum manis diatas bibir bergincu… “ dan Tipe-X pun dianobatkan sebagai mbahnya ska, saat musik ska dimaenkan maka saya akan ikut keasyikan bergoyang bareng teman-teman..yaa beginilah nasib ababil.

Hampir berbarengan pula musik undergraound mendera dan saya beberapa kali keluar masuk nonton event underground ini. Sungguhnya saya tak bisa nikmati musik yang beginian tapi kembali naluri ababil emang aneh. Saat nonton konser underground di sebuah indor gedung olah raga berasa ngeri ngeliat ulah pemain band underground. Kalau pernah liat penampakan setan-setan di film horor itulah yang saya liat saat itu. Tidak memukul rata musik underground tapi aliran Black Metal, Brutal Death Metal dan Gothic Metal yang saya pernah liat selalu menampilkan suasana magis yang hebat sekaligus seram. Pernah sekali waktu saya liat satanic konser, vokalis makai jubah item kek berperan sebagai raja setan, di tangan kanannya memegang oncor kuburan yang dikasih menyan dan dibelakangnya tiga orang berperan seperti pemujanya membawa dupa yang telah dibakar. Sedang diatas panggung musik mulai dimainkan dengan nada-nada statis, kemudian mereka memulai konser dengan melakukan upacara seperti pemujaaan…entahlah pemujaan untuk siapa. Bau dupa yang sangat menyengat, dentuman musik yang menurut saya sulit lagi rumit dan kelakuan yang aneh membuat saya berkeputusan untuk tak datang lagi di konser underground.

Nah itulah seklumit cerita tentang beberapa jenis musik yang saya ikuti. Dari beberapa jenis musik dan penyanyi yang masih saya idolakan karya-karyanya sampe sekarang adalah Slank dan Iwan Fals, bagaimana dengan kamu?

Tagged: ,

Tinggalkan komentar

What’s this?

You are currently reading Musik Indo (Ku) at kupu biru.

meta